banner post tentang Dari Ibnu Sina Menuju Dunia

Assalamu’alaikum, semuanya! Perkenalkan, namaku Nabila. Seperti kalian, dulu aku bersekolah di TK-SD Ibnu Sina dan lulus pada tahun 2002. Sudah lama, ya.. Aku ingin bercerita sedikit tentang perjalananku menuntut ilmu di Tokyo, Jepang, hingga saat ini aku tinggal dan bekerja di Kuala Lumpur, Malaysia.

Selepas lulus dari SD Ibnu Sina, aku melanjutkan sekolah ke SMP Istiqamah Bandung, lalu ke SMA Negeri 3 Bandung. Sejak kecil, orang tuaku selalu menyemangatiku untuk mencari kesempatan belajar di luar negeri. Kenapa harus ke luar negeri, ya? Menurut orang tuaku, di samping kualitas pendidikan yang bagus, merantau ke luar negeri akan membuat kita mandiri dan tangguh. Selain itu, wawasan kita tentang dunia semakin terbuka dengan adanya paparan terhadap budaya dan informasi baru. Dari situlah, belajar di luar negeri menjadi impianku.

Berbekal semangat tersebut, aku giat mencari beasiswa untuk belajar di luar negeri. Dimulai dari program pertukaran pelajar AFS dan beasiswa ke Singapura, aku coba ikuti seleksinya. Sayang sekali, aku belum beruntung. Hingga ketika aku kelas XII, aku ikut seleksi beasiswa Mitsui Bussan untuk pergi ke Jepang. Alhamdulillah, aku berhasil mendapatkannya! Aku pun terbang dengan pesawat untuk pertama kalinya ke Tokyo, Jepang di tahun 2008.

Meski tergolong anak berprestasi dengan nilai-nilai yang selalu terbaik. Ternyata semua itu bukan apa-apa ketika aku dihadapkan dengan persaingan antarsiswa dari seluruh dunia, seperti Tiongkok, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Vietnam, dan lain-lain. Ketika aku belajar Bahasa Jepang selama 1,5 tahun untuk persiapan masuk ke universitas, aku menyaksikan sendiri betapa pintar dan gigihnya mereka. Sungguh, aku merasa sangat kecil dan kalah. Tapi, aku tidak mau menyerah. Akhirnya, aku bisa lulus level tertinggi ujian Bahasa Jepang untuk orang asing (JLPT N-1) dan berhasil masuk ke Chuo University di Tokyo, jurusan Teknik Industri.

Tinggal di Jepang sebagai orang asing tidaklah mudah. Tidak hanya bahasanya yang sulit, tetapi budaya yang pastinya berbeda denganku sebagai muslim dari Indonesia. Di Jepang, aku harus melakukan semuanya sendiri. Terlebih lagi soal makanan. Tidak semua makanan di sana halal, sehingga aku harus jeli dalam memilih. Alhamdulillah, ternyata aku tidak sendiri. Aku memiliki banyak teman sesama muslim yang saling mengingatkan, dan juga teman-teman non-muslim yang toleran. Kalau diingat-ingat, indah sekali masa itu. Mengingatkanku akan pentingnya membekali diri dengan ilmu agama, teguh pendirian, dan menghargai perbedaan. Sebagai kaum minoritas, aku sadar bahwa aku mewakili Indonesia dan Islam. Aku perlu berhati-hati dalam bertindak, untuk menjaga nama baik bangsa dan agamaku.

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. Al-Hujurat:13)

Di berbagai kesempatan, aku tampil di panggung maupun televisi nasional Jepang untuk menyanyi. Ya, menyanyi adalah hobiku sejak aku kecil. Aku dan teman-temanku membentuk grup musik Bernama Khatulistiwa, yang membawakan lagu-lagu dengan sentuhan musik tradisional Indonesia, seperti gamelan dan angklung – tentunya sambil mengenakan baju tradisional seperti kebaya, batik, dan songket. Rasanya bangga sekali bisa membawa nama Indonesia ke panggung internasional!

Selepas kelulusanku dari Chuo University, aku melanjutkan bekerja di Tokyo. Bekerja di Jepang mengajarkanku etos kerja keras. Aku sangat menghormati rekan-rekan kerjaku yang selalu berkomitmen tinggi dan berdedikasi untuk pekerjaannya. Nilai-nilai itu pun selalu aku pegang hingga saat ini.

Aku memutuskan untuk pulang ke Indonesia setelah tinggal di Jepang selama 8,5 tahun. Aku melanjutkan bekerja di Jakarta selama 3,5 tahun, lalu pindah ke Malaysia di tahun 2021. Sekarang, aku tinggal di Kuala Lumpur bersama suami dan anak perempuanku. Hingga saat ini pun, aku masih menggunakan bahasa Jepang dalam pekerjaanku, lho!

“Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.” Itulah sebuah kutipan dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, yang sangat menginspirasiku. Dulu, aku memiliki banyak sekali mimpi. Dalam perjalanannya, ada yang berhasil kucapai dan ada yang tidak. Tapi, aku yakin bahwa memiliki mimpi besar akan menjadi kompas kita dalam melangkah. Setiap usaha yang kita lakukan, setiap doa yang kita panjatkan, setiap restu yang diberikan, akan membawa kita lebih dekat dengan mimpi itu. Hingga suatu saat, mimpi itu menjadi kenyataan.

Aku doakan, semoga kalian pun bisa mewujudkan mimpi-mimpi besar kalian.

Nabila Prima Anugerah
Angkatan ke-5

Redaksi Ibnu Sina
Team Redaksi

Would you like to share your thoughts?

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *