Hal yang paling membahagiakan adalah bisa berkumpul dengan keluarga, terlebih berkumpul dengan anggota yang utuh. Namun tidak bisa dipungkiri ketika suatu keluarga itu berkumpul terkadang ibu ada, anak-anak ada tapi ayah tidak ada karena sibuk dengan pekerjaannya, ataupun ayah ada, anak ada justru ibu tidak ada karena sibuk dengan urusannya ataupun bahkan ketika berkumpul itu ayah ada, ibu ada tapi justru anak yang tidak ada karena ada urusan yang lain. Kemudian di dalam suatu keluarga atau hubungan rumah tangga suami istri itu belum tentu bisa terus saling membahagiakan, akan ada rasa sakit serta kecewa. Maka dari itu , tempat kebahagiaan bukanlah terletak pada hal duniawi.
Lantas, dimanakah letak kebahagiaan itu? Maka kebahagiaan itu terletak pada karunia dan rahmat Allah, ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Yunus ayat 58.
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”
Sedikit kisah keluarga Ustadz Handy Bonny, beliau mengisahkan bahwa kakak beliau yang paling besar Allah takdirkan terlahir dengan keadaan spesial (disabilitas) tangan dan kaki kakak beliau tidak seperti orang pada umunya. Ustadz mengatakan meskipun kakak disabilitas akan tetapi kakaknya senantiasa bersyukur dan tidak mengeluh bahkan bisa membaca dan menghafal Al-Qur’an dengan baik dan benar. Singkatnya, suatu saat terjadi percakapan antara beliau dan kakaknya sekaligus percakapan itu sebagai tes atau ujian dari kakak Ustadz Handy kepada beliau sendiri.
Teteh : “Katanya Allah itu adil ya ?”
Ustadz Handi: “Iya teh, Allah itu adil.”
Teteh: “Jika Allah adil, lantas mengapa Teteh lahir dengan keadaan seperti ini.”
Kemudian Ustadz diam dan bingung harus menjawab apa, namun ketika berada dalam kebingungan Allah memberikan pertolongan kepada Ustadz Handy.
Ustadz Handy : “Allah itu adil Teh, bahkan menciptakan kita manusia dengan sempurna. Sekarang tangan Teteh seperti ini tapi justru sangat kecil peluang kemaksiatan atau perbuatan dosa yang dilakukan tangan Teteh sedangkan Handy dengan tangan yang normal seperti ini, justru sangat besar peluang berbuat maksiatnya begitu juga dengan kaki Teteh yang dengan kaki itu sangat kecil peluang kemaksiatan yang dilakukan oleh kaki Teteh sedangkan Handy, dengan kaki yang bisa dipakai jalan kemana-mana justru sangat besar peluang kemaksiatan atau perbuatan dosa yang dilakukan oleh kaki Handy.”
Dari kisah ustadz di atas maka kebahagiaan selanjutnya terletak pada syukur, sabar, ikhlas dan ridho nya seorang hamba kepada Allah.
Kebahagiaan yang selanjutnya terletak pada cinta atau mahabbah kita kepada Allah. Allah l berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 165 :
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah”.
Cinta atau mahabbah yang kuat kepada Allah, akan menjadikan kehidupan seorang hamba menjadi mudah dan dipenuhi dengan kebahagiaan.
Selain itu kebahagiaan di dalam keluarga juga akan tercipta jika setiap anggotanya saling berbuat baik, dan memang pada dasarnya manusia itu mencintai kebaikan “al insaanu ‘abdul ihsaan” (manusia adalah hamba kebaikan) serta kebahagiaan juga didorong dengan adanya komunikasi yang baik antara anggota keluarga.